BAB 12 : Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang
Pembangunan Koperasi di Negara
Berkembang
Kendala yang
dihadapi masyarakat dalamm engembangkan koperasi di Negara berkembang adalah sebagai
berikut :
a) Sering koperasi hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif
dan demokratis dari rakyat kecil (kelasbawah) seperti petani, pengrajin,
pedagang dan pekerja/buruh
b) Disamping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang
controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan serta dampak koperasi terhadapa
proses pembangunan ekonomi social di negara-negaradunia ketiga
(sedangberkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara
evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
c) Kriteria ( tolokukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti
perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar
penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya,
telah dan masih sering digunakan sebagai indicator mengenai efisiensi koperasi.
Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3
kondisiyaitu :
- Koqnisi
- Apeksi
- Psikomotor
Konsepsi mengenai kebijakan pemerintah dalam perkembangan koperasi yang
otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :
- Tahap pertama : Offisialisasi
pemerintah secara sadar mengambil peran besar untuk mendorong dan
mengembangkan prakarsa dalam proses pembentukan koperasi. Lalu membimbing
pertumbuhannya serta menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan. Sasarannya
adalah agar koperasi dapat hadir dan memberikan manfaat dalam pembinaan
perekonomian rakyat, yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan kembali
kepercayaan rakyat sehingga mendorong motivasi mereka untuk berpartisipasi
dalam kegiatan koperasi tersebut.
- Tahap kedua : De Offisialisasi
Ditandai dengan semakin berkurangnya peran pemerintah. Diharapkan pada
saat bersamaan partisipasi rakyat dalam koperasi telah mampu menumbuhkan
kekuatan intern organisasi koperasi dan mereka secara bersama telah mulai mampu
mengambil keputusan secara lebih mandiri.
- Tahap ketiga : Otonomi
Tahap ini terlaksana apabila peran pemerintah sudah bersifat
proporsional. Artinya, koperasi sudah mampu mencapai tahap kedudukan otonomi,
berswadaya atau mandiri.
Kelemahan-kelemahandalampenerapankebijakandan
program yang mensponsoripengembangankoperasi, yaitu :
- Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
- Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
- Karena alas an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para aggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
- Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnyakredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnyapenyuluhan).
- Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu.
- Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administrative dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Pembangunan Koperasi di Indonesia
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara
maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi
lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh
dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting da lam konstelasi kebijakan
ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang
mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan
dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam
menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi
dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara
berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri
setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi
dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah
bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses
perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai
kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah
menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus
dirinya sendiri (self help).
A. Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan
pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di
sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah pokok
yaitu :
1. Masalah internal koperasi antara
lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang
kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan
ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam
kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak
organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
2. Masalah eksternal koperasi antara
lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak
anggota koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk
perjuangan koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
B. Kunci Pembangunan Koperasi
Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi
Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi
Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai
pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun
setelahnya.
Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin
berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya
dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa
kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi
sehingga masih perlu diperbaiki lagi.
Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor
penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari
masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat,
tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di
bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga
koperasi.
Ketiga masalah di atas merupakan inti dari masalah
manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di
Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan
keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan
dari anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang
akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan
manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi.
Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan
dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang
tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang terkait.
Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas
Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka
manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Semua anggota diperlakukan secara
adil,
2. Didukung administrasi yang canggih,
3. Koperasi yang kecil dan lemah dapat
bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat,
4. Pembuatan kebijakan dipusatkan pada
sentra-sentra yang layak,
5. Petugas pemasaran koperasi harus
bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli,
6. Kebijakan penerimaan pegawai
didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi,
7. Manajer selalu memperhatikan fungsi
perencanaan dan masalah yang strategis,
8. Memprioritaskan keuntungan tanpa
mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya,
9. Perhatian manajemen pada faktor
persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah internal dan harus selalu
melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas,
10. Keputusan usaha dibuat berdasarkan
keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang,
11. Selalu memikirkan pembinaan dan
promosi karyawan,
12. Pendidikan anggota menjadi salah
satu program yang rutin untuk dilaksanakan.
Contoh:
Pakar Koperasi dan Ekonomi,
Bernhard Limbong, menyatakan, kondisikoperasi di Indonesia sampai tahun 2011
cukup memperihatinkan Sebanyak 27 persendari 177.000 koperasi yang ada di
Indonesia atau sekitar 48.000 koperasi tidak aktif.
Data dari Kementerian Koperasi
dan UKM pada 2013 menampilkan ada 194.925 unit koperasi di Indonesia, termasuk
di dalamnya 1.472 unit koperasi nelayan yang tersebar di 23 provinsi. Dengan jumlah
anggota mencapai 33,6juta orang. Setiap tahunnya, pertumbuhan koperasi ini mencapai
tujuh sampai delapan persen.Mayoritas koperasi yang beroperasi adalah simpan pinjam.
Berdasarkan data KementerianKoperasidan Usaha Kecil danMenengah, ada 60.584 koperasi yang tidakaktifdarikeseluruhan 203.701 unit.
Rasiokoperasi yang matisuri tersebut naik di bandingkan akhir 2012.Ketika itu, tercatat ada 54.974 koperasi atau sekitar 28,29% koperasi tidak aktif dari keseluruhan yang berjumlah 194.295 koperasi.
Sekadar informasi, koperasi tidak aktif tidak menunjukkan adanya aktivitas usaha.Penyebabnya bias disebabkan kurangnya sumber dayamanusia (SDM) atau lemahnya permodalan.
Dari data ituterlihat, jumlah koperas itidak aktif tumbuh 10% dalam periode setahun.Padahal, jumlah keseluruhan koperasi hanya tumbuh 4,84% sepanjang 2012-2013.
Sedangkan penambahan jumlah koperasi yang aktif lebih lambat lagi.Jumlah koperasi yang aktif per Desember 2013 mencapai 143.117 unit, hanyatumbuh 2,72% dari posisi setahun sebelumnya yang 139.321.
Masih berdasarkan data itu, volume usaha koperasi per akhir tahun 2013 tercatat Rp 125,59 triliun, tumbuh 5,37% darisebelumnyaRp 119,18 triliun.
Meski mencatat pertumbuhan usaha dan jumlah unit yang tipis, koperasi mencatat pertumbuhan pendapatan fantastis.Lihat saja, Sisa Hasil Usaha per Desember 2013 tercatat Rp 8,12 triliun, tumbuh 21,87% dari setahun sebelumnya Rp 6,66 triliun
Sumber:
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_5.htm
http://ruth-happy.blogspot.com/2010/01/pembangunan-koperasi.html
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/03/12/54974-koperasi-di-indonesia-mati-suri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar